MALARIA SEREBRAL

CEREBRAL MALARIA

Authors

  • Arthur H.P. Mawuntu Staf, Divisi Neuroinfeksi, Neuroimunologi, dan Neuro-AIDS. Bagian/KSM Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi/RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado, Sulawesi Utara, Indonesia

Keywords:

Malaria serebral, Indonesia

Abstract

Malaria serebral sering memberikan luaran yang fatal. Beberapa kasus masih sering ditemui di seluruh Indonesia meskipun insidens penyakit secara nasional sudah menurun. Penyakit ini membutuhkan keahlian klinis yang tepat dalam mendiagnosis dan memberi terapi pada pasien. Saat ini, penatalaksanaan malaria serebral di Indonesia berpedoman pada Buku Tata Laksana Kasus Malaria Tahun 2017. Peran neurolog penting untuk menduga serta mengeksklusi malaria serebral pada pasien dengan demam dan penurunan kesadaran, terutama di daerah endemik dengan angka hiperparasitemia asimptomatik yang tinggi. Pemeriksaan neurologis yang teliti, mencakup deteksi tanda-tanda rangsangan meningeal, retinopati malaria, papiledema pada pemeriksaan funduskopi, dan bangkitan tersamar atau nonkonvulsif, serta pemeriksaan pungsi lumbal, dan pemeriksaan elektroensefalografi, berperan besar dalam deteksi dan terapi malaria serebral. Lebih jauh, neurolog juga akan menangani sekuele neurologis atau sindrom pascamalaria setelah fase akut selesai.

 

Kata Kunci: Malaria serebral, Indonesia.

 

 

Abstract

The outcome of cerebral malaria is often fatal. Although the national incidence is decreased, some cases are still found in Indonesia and required appropriate clinical skills in diagnosing and treating the patients. The current management of cerebral malaria in Indonesia is based on 2017 Book for the Treatment of Malaria Cases. The role of neurologists to suspect or exclude cerebral malaria cases in patients with fever and altered consciousness is essential, especially in endemic areas where the asymptomatic hyper-parasitemia rate is high. A detailed neurological examination including detection of meningeal signs, malaria retinopathy, papilledema on funduscopic examination, and subtle or non-convulsive seizure, and lumbar puncture and electroencephalographic examination, provides a significant contribution in detecting and treating cerebral malaria. Furthermore, neurologists will also deal with neurological sequel or post-malaria syndrome after the acute phase is over.

 

Keywords: Cerebral malaria, Indonesia.

Published

2018-09-30